Pegunungan Bukit Barisan adalah jajaran gunung yang membentang dari ujung utara (Aceh) sampai ujung selatan (Lampung) pulau Sumatra, memiliki panjang lebih kurang 1650 km.
Rangkaian pegunungan ini mempunyai puncak tertinggi Gunung Kerinci yang berlokasi di Jambi, berketinggian 3.805 meter di atas permukaan laut. Pegunungan Bukit Barisan terletak dekat pertemuan antara pelat tektonik Eurasia dan Australia.
Berderet memanjang dari Lampung sampai Aceh, Bukit Barisan seolah
menjadi tulang punggung Sumatera dan membagi pulau menjadi dua. Sisi
pantai timur yang lebih luas dan landai serta sisi pantai barat yang
sempit dan terjal.
Disebut Bukit Barisan barangkali karena jejeran
pegunungannya sambung-menyambung, memanjang sejajar Pulau Sumatera
sepanjang lebih kurang 1.650 km. Adapun disebut ”bukit” dan bukan
”gunung” karena dalam terminologi Melayu lama kedua nama ini sebenarnya
identik.
John Crawfurd dalam bukunya, A Descriptive Dictionary of
the Indian Islands and Adjacent Countries (1856), menyebutkan, bukit
dalam bahasa Melayu sama artinya dengan gunung dalam bahasa Jawa. Kedua
istilah ini sering digunakan untuk menunjukkan nama tempat yang tinggi.
Sebagai
tulang punggung Sumatera, Bukit Barisan berperan penting sebagai sumber
air dari semua sungai besar di pulau ini. Sungai-sungai yang bermuara
di pantai barat (Samudra Hindia), seperti Alas dan Batangtoru, ataupun
yang bermuara di pantai timur (Selat Malaka), seperti Indragiri,
Batanghari, dan Musi, berhulu di Bukit Barisan.
Sejak tahun
1940-an, geolog Belanda, Van Bemmelen, mulai meneliti keunikan bentang
alam di kawasan ini. Dia kemudian menuliskan hasil pengamatannya dalam
bukunya, The Geology of Indonesia, yang diterbitkan tahun 1949. Setelah
itu banyak peneliti asing dan Indonesia yang menyusuri Bukit Barisan
untuk menelisiknya, salah satunya geolog dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), JF Katili, yang meneliti kawasan ini sekitar tahun
1960-an.
Katili menemukan banyak sedimen fosil kerang laut di
sepanjang zona Bukit Barisan. Temuan ini menunjukkan bahwa pegunungan
ini tumbuh dari dasar laut akibat penunjaman Lempeng (Samudra)
Hindia-Australia ke bawah Pulau Sumatera yang berada di Lempeng (Benua)
Eurasia.
Ahli gempa dari LIPI, Danny Hilman, mengatakan,
penunjaman ini menjadi biang terjadinya gempa di sepanjang zona
penunjaman (subduksi). Sampai kedalaman 40 kilometer di zona penunjaman,
batas kedua lempeng ini terekat erat. Dorongan tiada henti dari Lempeng
Hindia-Australia menumpuk energi potensial regangan pada bidang kontak
yang merekat erat itu, dan suatu saat akan terlepas tiba-tiba sehingga
menyebabkan gempa.
Di kedalaman antara 150 dan 200 kilometer,
temperatur Bumi sangat panas sehingga batuan di sekitar zona kontak dua
lempeng ini meleleh. Sesuai dengan sifat fluida, lelehan batuan panas
ini naik ke atas membentuk kantung-kantung bubur batuan panas yang kita
kenal sebagai kantung magma.
Pada akhirnya magma ini mendesak ke
atas permukaan membentuk deretan kubah magma atau gunung api. Salah satu
gunung api itu merupakan yang tertinggi di Nusantara, yaitu Gunung
Kerinci di Jambi yang berketinggian sekitar 3.805 meter.
Saat ini
gunung-gunung di Sumatera tidak seaktif gunung api di Jawa. Namun,
beberapa gunung api di sepanjang zona ini pernah menyimpan riwayat
mengerikan.
Misalnya, Gunung Api ”Raksasa” Toba atau Toba
Supervolcano di Sumatera Utara yang letusannya sekitar 74.000 tahun lalu
nyaris memusnahkan manusia di muka Bumi. Letusan Maninjau di Sumatera
Barat sekitar 60.000 tahun juga sangat dahsyat sehingga membentuk danau
kaldera seluas 99,5 kilometer persegi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar